Postingan Populer

Minggu, 02 Juni 2013

Tuhan Agama dan Negara



BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
            Dalam pandangan Hindu tidak memakai istilah dogmatik baik dan jahat atau surga dengan neraka melainkan memiliki etika-etika yang berdasar karena kebutuhan untuk menyelaraskan keinginan individu, emosi, dan ambisi untuk mengarahkannya pada sebuah kehidupan yang harmonis di bumi dengan tujuan mutlak dari agama Hindu untuk menyadari keberadaan kita sendiri. Kesadaran diri menurut pandangan Hindu adalah kesadaran pada diri kita dengan Tuhan, sebagai sumber dan intisari dari keberadaan manusia dan kebebasannya. Dalam kitab Hindu menyatakan bahwa setiap individu yang terdiri dari tubuh fisik (sarira), pikiran (manas), intelek (buddhi), dan diri (atman). Berdasarkan 4 hal itu, setiap individu membutuhkan hal-hal keduniawian (artha) untuk dapat mempertahankan tubuh fisik dan memuaskan segala kebutuhan keluarga dengan ketergantungannya. Untuk memuaskan pikiran dan intelek, kebutuhan untuk memenuhi keinginannya dan pengejaran intelek (kama) atau penyatuan dengan Tuhan merupakan tujuan utama dalam kehidupan manusia.
Setiap manusia harus memainkan perannya demi kebaikan masyarakat, bangsa, dan dunia dengan melakukan tindakan yang dimotivasi kebaikan sosial dan bertindak sesuai dengan batasan dharma (kebenaran), tugas, moral, dan hukum sosial. Sehingga dalam hal ini terdapat empat tujuan prinsip hidup manusia yaitu dharma, artha, kama, dan moksa. Dharma adalah yang pertama, yang menandakan bahwa ketiganya tidak dapat dipenuhi tanpa memenuhi kewajiban dharma. Moksa adalah tujuan yang terakhir karena keterikatan adalah memungkinkan ketika dari ketiga bagian lain sudah terpenuhi. Walaupun dharma memiliki arti yang berbeda dari sudut pandang etika, dharma adalah sistem moral dan nilai etika. Hindu Dharma menyadari adanya tujuh faktor yang membuat seseorang menyimpang dari jalan dharma atau mengarah untuk perbuatan dosa, yaitu penderitaan (tresna), kemarahan (krodha), ketamakan (lobha), keterikatan (moha), rasa bangga (mada), kecemburuan (matsarya), dan egoisme (ahankara).
Untuk menghindari manusia tidak menyimpang karena pengaruh ketujuh faktor tersebut, maka di dalam filsafat Hindu terdapat sepuluh kebajikan, yang dikenal dengan "Dharma Laksana", yang terdapat di dalam kitab "Manu Smrti" yaitu sebagai berikut:
Akrodha (tidak marah): Kemarahan yang menutupi alasan, menghasilkan perbedaan antara benar dan salah, serta kebajikan dan keburukan. Ketika pemikiran yang dapat membedakan itu dirusak maka orang tersebut akan kehilangan identitas diri. Seseorang yang marah akan menyakiti diri sendiri dan orang lain, dengan tiga cara yang berbeda secara fisik (melalui kekerasan), secara verbal (melalui kata-kata kasar), dan secara mental (melalui keinginan yang buruk). Pengendalian kemarahan dapat diartikan sebagai sebuah pemikiran yang baik dalam diri.
Asteya (tidak mencuri): Secara umum mencuri dapat didefinisikan sebagai mengambil dengan paksa atau dengan tidak adil barang/benda milik orang lain. Dalam etika Hindu, mencuri juga termasuk didalamnya ingin menguasai barang/benda orang lain dan di atas kebutuhan legistimasi yang menghambat kemajuan orang lain, atau mengambil kesempatan mereka dengan memiliki sesuatu melalui maksud yang ilegal. Kurangnya pengendalian indera dan ketamakan seseorang biasanya menimbulkan suatu keinginan untuk mencuri. Seseorang yang memegang teguh asteya akan bebas dari ketamakan dan tidak memiliki keinginan untuk mencuri.
Atma Vinigraha (pengendalian pikiran): Pikiran yang terganggu tidak dapat akan membedakan benar dengan yang salah atau kebaikan dengan keburukan. Konsentrasi dalam memberikan kebijaksanaan dan kasih yang mendalam dapat meningkatkan kekuatan pikiran.
Dama (pengendalian diri atau pengendalian indera): Indera harus dapat dikendalikan sehingga dapat berfungsi sesuai dengan pengarahan alasan. Pengendalian diri bukan tidak berarti penolakan diri namun dalam bersikap sederhana dalam memuaskan kebutuhan dan menghindari kebodohan. Seseorang yang dapat mengendalikan dan membebaskan dirinya dari berbicara yang lepas kendali, gosip, minum berlebihan, dan menjaga tubuh dan pikirannya agar terkendali. Kurangnya diskriminasi antara apa yang yang harus dan tidak harus dilakukan yang mengarahkan seseorang pada angan-angan. Sebuah pikiran yang berkhayal menjadi tidak sehat untuk dapat menyadari tujuan dari hidup seseorang.
Dhi (kemurnian pikiran): Kemurnian pikiran dan intelek adalah lebih penting daripada kecerdasan. Seorang manusia yang memiliki kemurnian intelek akan bebas dari rasa sakit, temperamen yang tidak baik, perasaan yang buruk, dan keinginan yang tidak dapat diduga. Para Rsi Hindu berpendapat bahwa kecerdasan sangat dianjurkan untuk pengajaran pada kitab agar melakukan perbuatan yang baik dan pikiran yang mulia serta meditasi yang teratur.
Dhrti (ketetapan dan persistence): Seseorang harus tetap dalam hal pendirian untuk dapat menemukan kebenaran. Pikiran yang selalu terus beriak tidak akan dapat menemukan kebenaran. Hidup yang benar sangat dimungkinkan hanya dengan komitmen seseorang untuk menjalankan kehidupannya.
Ksama (pengampunan atau kesabaran): Pengampunan adalah kebaikan yang utama dari moral dan etika hidup. Pengampunan dapat mempertahankan kesucian pikiran bahkan situasi yang provokatif dalam kehidupan seseorang.
Satya (kebenaran) : Satya tidak berarti semata-mata berkata yang benar, perkataan dan perbuatan, dan dalam hubungan kita dengan orang lain. Untuk menjalankan kehidupan yang bermoral dan hidup yang beretika, maka seseorang harus melakukan kebenaran. Konsep dari moralitas dapat berubah setiap waktu, namun kebenaran tidak akan pernah berubah. Tidak ada seorangpun yang dapat menyembunyikan kebenaran secara terus menerus.

Sauca (kemurnian tubuh dan pikiran): Kemurnian itu terbagi dalam dua jenis yaitu fisik dan mental. Kemurnian fisik berarti menjaga tubuh seseorang bersih dari luar maupun dalam. Kebersihan diri dari dalam dapat diperoleh dengan menjalankan hukum kesehatan yang baik dan memakan makanan yang "sattvika" (makanan yang menyehatkan, kekuatan metal, kekuatan, panjang umur, dan yang bergizi serta mengandung nutrisi). Kebersihan luar artinya mengenakan pakaian yang bersih dan menjaga kebersihan tubuh. Kemurnian mental berarti bebas dari pemikiran yang negatif dari nafsu, ketamakan, kemarahan, kebencian, rasa bangga, kecemburuan, dan lain-lain.
Vidya (pengetahuan): Kitab Hindu menyatakan bahwa pengetahuan itu ada dua jenis yaitu pengetahuan yang lebih rendah (apara-vidya) dan pengetahuan yang lebih tinggi (para-vidya). Pengetahuan yang lebih rendah artinya pengetahuan yang bersifat keduniawian dalam bidang ilmu dan pengetahuan yang sangat diperlukan untuk kehidupan di dunia. Sedangkan pengetahuan yang lebih tinggi adalah pengetahuan spiritual yang mengajarkan cara untuk dapat mengatasi kesengsaraan yang tidak diharapkan, menggapai tujuan yang bukan halangan, serta mencapai kekuatan mental dan spiritual untuk dapat mengatasi perjuangan hidup. Pengetahuan spiritual dapat diperoleh melalui belajar kitab yang berhubungan dengan orang suci, dan dengan melakukan perbuatan yang tidak mementingkan diri (niskama). Pengetahuan spiritual juga dapat membantu seseorang untuk menjalankan kehidupan yang berarti, yang menguntungkan secara sosial. Tujuan pengetahuan spiritual ini adalah untuk mencapai penyatuan yang mutlak dengan Tuhan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Etika di kehidupan beragama dan bernegara sesuai dengan Ajaran Hindu?
2. Apa sajakah Dasar-Dasar Etika Hindu untuk menjalani kehidupan didunia ?
3. Apa sajakah Nilai-nilai Etika yang tercantum dalam Hindu ?
4. Didalam ber-Etika Sering Kita dengar yang dimaksud dengan Benar dan Salah.lalu apa yang dimaksud dengan benar dan salah ?
5. Apa yang dimaksud dengan Dosa menurut Agama Hindu ?









C. Tujuan Penulisan
            Tujuan penulisan Makalah ini yang berjudulkan Etika dalam Bernegara dan Beragama agar mahasiswa dan mahasiswi terutama Umat Hindu dapat mengetahui etika yang semakin lama, semakin tahun mulai memudar karena perkembangan zaman dan teknologi yang semakin meningkat maju (Merangkul kita).Selain itu, membuka wawasan kita dalam beretika terhadap seseorang yang muda, yang tua, Pendidik maupun orang tua kita sendiri.

D.  Sistematika Penulisan
Makalah ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
A.      Latar Belakang
B.      Rumusan masalah
C.      Tujuan Penulisan
D.     Sistematika Penulisan
E.      Metode Penulisan

Bab II Pembahasan
1. Apakah yang dimaksud dengan Etika di kehidupan beragama dan bernegara sesuai dengan Ajaran Hindu?
2. Apa sajakah Dasar-Dasar Etika Hindu untuk menjalani kehidupan didunia ?
3. Apa sajakah Nilai - nilai Etika yang tercantum dalam Hindu ?
4. Didalam ber-Etika Sering Kita dengar yang dimaksud dengan Benar dan Salah. lalu apa yang dimaksud dengan benar dan salah ?
5. Apa yang dimaksud dengan Dosa menurut Agama Hindu ?
E. Metode Penulisan
            Metode yang digunakan pada penyusunan makalah ini adalah metode pustaka dan metode pustaka elektronik yaitu Internet.










BAB II
PEMBAHASAN

1. Etika di kehidupan Beragama dan Bernegara
     Pengertian Etika
Etika adalah pengetahuan tentang kesusilaan. Kesusilaan berbentuk kaidah-kaidah yang berisi larangan-larangan atau suruhan-suruhan untuk berbuat sesuatu, Kesimpulannya etika adalah tingkah laku baik buruk manusia. Etika berasal dari bahasa yunani “Etos” yang berarti kebiasaan atau adat. Lambat laun pengertian etika itu berubah menjadi etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia yang dapt dinilai baik dan dapat dinilai buruk atau kurang baik.
Etika mempunyai kedudukan dalam ilmu pengetahuan yaitu sebagai ilmu pengetahuan tentang tata susila yang mengatur tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan alam semesta. Etika juga mempunyai kedudukan yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa menciptakan manusia untuk berbuat dan berkarma untuk mendapatkan suatu kebahagiaan, kesejahteraan dan ketentraman.
Di dalam kehidupan di dunia ini, manusia merupakan makhluk paling sempurna diantara ciptaan Tuhan YME atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam sifat yaitu sifat baik dan sifat buruk. DI dalam Bhagavadgita kecenderungan-kenderungan sifat manusia dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:
  • · Daivi Sampat yaitu kecenderungan kedewataan, kecenderungan kedewataan adalah kecenderungan-kecenderunganyang mulia yang menyebabkan manusia berbudi lluhur yang mengantarkan manusia untuk mendapatkan kerahayuan dan kebahagiaan.
  • · Asuri Sampat yaitu kecenderungan keraksasaan, kecenderungan keraksasaan adalah kecenderungan yang rendah yang menyebabkan manusia dapat jatuh ke jurang neraka dan mendapatkan penderitaan.
Kedua kecenderungan tersebut berada dalam setiap manusia tetapi dengan ukuran yang berbeda-beda. Dalam sarasamuccaya menyebutkan bahwa hanya manusialah yang mengenal perbuatan yang salah dan benar, baik dan buruk, dan dapat menjadikan yang tidak baik itu menjadi baik dan sebaliknya. Itulah salah satu kemampuaan manusia yang diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa.




         Pengertian Karmaphala
Kata karmaphala berarti hasil dari perbuatan, karena setiap perbuatan pasti ada akibatnya berwujud baik atau buruk, suka atau duka, penderitaan atau kebahagian. Tidak ada suatu perbuatan yang sia-sia di dunia ini semua akan membuahkan hasil yang kita sadasi atau tidak kita sadari.
Dalam bayangan kebanyakan orang, hasil atau akibat yana dibentuknya sama seperti apa yang menjadi sebab. Misalnya jika seseorang memukul orang lain maka orang tersebut akan menerima karma berupa pukulan, kalau orang tersebut memukul sebanyak dua kali maka orang tersebut eken menerima karma pukulan sebanyak dua kali pula. Jika demikian jalannya karma maka setiap orang akan takut untuk berbuat atau melakukan sesuatu. Seorang tentara tidak akan berani maju ke medan perang untuk membunuh musuhnya karena takut dengan karma pembunuhan, mungkin tidak akan ada hakim yang berani memutuskan hukuman penjara karena takut karmaphala dihukum penjara pula, namun tidak begitu jalannya karmaphala.
Proses karmaphala sungguh rumit sekali. Walaupun demikian karmaphala adalah suatu kebenaran, suatu yang nyata-nyata ada dan tidak dibuat-buat atau direkayasa. Seperti halnya kita menanaman padi, bibit yang kita tanam memang sedikit tetapi padi yang dihasilkan lebih banyak dari bibit yang kita tanam. Mengapa demkian??? Perlu kita ketahui bahwa padi itu berasal dari tanah, air, angin, panas dan akasa. Bibit yang sedikit itu jika ditambahkan dengan tanah yang kita cangkul, dengan air yang kita alirkan dari pematang, degan panas yang kita dapatkan dari sinar matahari dan tenaga yang kita keluarkan maka bibit padi dapat tumbuh dengan baik dan hasil padi akan bertambah.
Sebenarnya tidak ada barang yang bertambah atau berkurang, yang ada hanyalah perubahan bentuk yang bisa dilakukan melalui karma. Alam ini adalah pabrik serba guna, manusia hanya perlu memberikan contoh apa yang diinginkan ditambah dengan kerja maka hasi karma itu akan berlipat. Dengan demikian tidak bisa diperhitungkan secara kuantitatif dan secara fisik (lahiriah), sebab karmaphala lebih banyak kita rasakan secara rohaniah. Ada beberapa jenis karmaphala yang didasarkan atas waktu karmaphala itu diterima, yaitu:
  • Ø Prarabdha karmaphala adalah perbuatan yang dilakukan pada kehidupan sekarang dan diterima dalam kehidupannya yang sekarang pula.
  • Ø Kryamana karmaphala adalah perbuatan yang dilakukan pada kehidupan yang sekarang tetapi hasilnya akan diterima setelah meninggal dunia.
  • Ø Sancita karmaphala adalah perbuatan yang dilakukan sekarang tetapi hasilnya akan diterima pada kehidupan yang akan datang (reinkarnasi).



Sloka:
Prapya punyakritam lokam
Usitwa saswatih sama
Sucinam srimatam gehe
Yogabahrasto phijayate

Bhag. Gita VI. 41
Artinya:
Setelah mencapai dunia kebajikan dan hidup di alam sana
Dalam waktu yang lama
Orang yang gugur melaksanakan yoga lahir kembali dalam
Perbuatan suci dan mulia.

Sloka:
Tatra tam budhisamyogam
Labhate purwadehikam
Yayate ca tasto bhuyah
Samsiddhau kurunanda

Bhag. Gita VI. 43
Artinya:
Di sana (di dunia ini) ia menemukan kembali karateristik
Kesadaran hidupnya yang dahulu dan dengan ini kemudian
Berusaha lagi untuk kesempurnaan,Oh putra kuru.

Etika Berbahasa dan Hubungannya dengan karmapala.
Manusia itu berasal dari kata manushya yang berarti makhluk yang memiliki pikiran. Pikiran itu yang membedakan manusia ddengan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Bila tumbuh-tumbuhan hanya memiliki satu kemampuan yaitu kemampuan untuk tumbuh dann bergerak (bayu), maka binatang memiliki kemampuan yang lebih dari tumbuh-tumbuhan yaitu kemampuan bergerak dan berbicara (bayu dan sabda).
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dari ciptaan Tuhan karena manusia memiliki kemampuan bergerak, berbicara dan berpikir (bayu, sabda dan idep). Dengan memiliki pikiran manusia bisa merubah nasibnya dan memperbaiki dirinya, seperti apa yang disebutkan dalam sarasamuccaya sebagai berikut:
Manusah sarwa bhutesu
Warttate wai cubhacubhe
Acubhesu samawistam
Cubheswewa wakarayet
S.S.1.2.
Artinya: Dari demikian banyaknya semua makhluk hidup yang dilahirkan
Sebagai manusia itu saja yang dapat berbuat baik dan buruk,
Kemampuan melebur perbuatan buruk kedalam perbuatan baik
Demikianlah pahalanya menjadi manusia.

Di sinilah peranan pikiran sangat pennting, karena pikiran bisa membedakan baik dan buruk, karena pikiran manusia bisa melakukan pembaharuan sehingga memiliki sarana untuk mendekatkan diri pada Tuhan.
Ajaran etika yang paling penting untuk makhluk hidup adalah ajaran Rta. Rta adalah hukum yang menyusupi alam semesta yang para Dewa dan manusia tunduk padanya. Atau lebih kita kenal dengan hukum alam. Rta adalah satya yaitu kebenaran, lawan Rta adalah Anrta yaitu kepalsuan.
Veda mangajarkan tentang hubungan antara manusia dengan Tuhan dan para Dewa. Di samping dengan kewajibannya terhadap Tuhan dan para Dewa, manusia juga mempunyai kewajiban terhadap sesama yaitu terhadap orang lain. Cinta kasih terhadap sesama, kemurahan hati, dan kesukaan memberi kepada orang lain adalah kewajiban umat manusia.
Manusia memiliki karmanya sendiri-senndiri sesuai dengan apa yang mereka lakukan dan yang mereka perbuat selama kehidupannya baik masa lalu maupun masa kini. Karma adalah pengikut setia manusia karena karma selalu mengikuti kita sampai mati, harta, keluarga dan sanak saudara hanya mengantarkan kita sampai di kuburan. Yang mengikuti hanyalah karma atau perbuatan baik dan buruk. Maka kita sebagai manusia selayaknya menjaga tingkah laku dan perbuatan kita.
Pada dasarnya hubungan antara hukum karma dan etika adalah sangat erat, kenapa bisa dikatakan sangat erat??? Karena etika itu sendiri menyangkut pada prilaku, perbuatan dan tingkah laku pada kehidupan sehari-hari. Sedangkan karmaphala itu merupakan hasil perbuatan atau tingkah laku. Kalau kita berprilaku dan bertingkah laku yang baik maka kita akan mendapat karma yang baik pula tetapi apabila kita bertingkah laku dan berprilaku yang buruk maka kita akan mendapat karma sesuai dengan apa yang kita lakukan.
Seperti halnya kita menanam padi tidak mungkin akan tumbuh gandum, begitu juga dengan karmapala jika kita menanam perbuatan yang baik maka buah yang kita hasilkan juga baik tetapi jika kita menanam perbuatan yang buruk maka buah perbuatan atau karma yang kita terima juga buruk. Etika sangat penting untuk di pelajari dan dipahami, sebab etika mengajari kita untuk membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk.
Balo yuwa wrddacca yataroti cubhacubham,
Tasyam tasyanawasthayam bhunkte janmani-janmani
Slokantara.X.hal 68
Artinya:
Sebagai seorang anak kecil, sebagai pemuda dan sebagai orang tua, setiap manusia itu akan memetik hasil perbuatannya yang baik atau yang buruk dikelairan yang akan datang pada tingkat yang sama umur yang sama.
Perbuatan baik apa yang kita perbuat waktu kita masih kanak-kanak akan kita nikmati juga hasilnya nanti jika kita menjadi anak-anak kembali. Tetapi jika berbuat jahat, buah kejahatan itupun akan kita terima dalam umur yang sama. Segala perbuatan yang kita lakukan sewaktu muda, yang baik maupun yang buruk,akan kita petik hasilnya nanti dikelahiran yang akan datang pada umur yang sama. Juga perbuatan yang baik dan buruk yang kita lakukan pada waktu tua ini akan kita terima buahnya nanti pada waktu kita tua di kelahiran yang akan datang. Demikian pemungutan hasil dari perbuatan baik atau jahat kita. Pasti kita akann memetik hasil dari perbuatan itu, tetapi di waktu keahiran yang akan datang. Oleh karena itu setiap orang harus berbuat kebaikan dari sejak kecil sampai umur tua. Dan nanti dalam kelahirannya yang akan datang kita akan mendapatkan karma yang baik atau buruk sesuai dengan apa yang kita lakukan.
Dalam hal berbahasa atau berbicara kita memiliki etika yang harus kita terapkan dalam kehidupan. Berbicara yang sopan atau lemah lembut adalah ciri manusia yang memiliki pengetahuan etika. Hindu mengajarkan kita untuk untuk menghormati sesama, atau biasa kita kenal dengan catur guru yang terdiri dari:
v Guru Wisesa yaitu hormat kepada guru.
v Guru Swadyaya yaitu hormat kepada pemerintah.
v Guru Rupaka yaitu hormat kepada orangtua.
v Guru Pengajian yaitu hormat kepada guru disekolah.
Dari hal di atas sudah cukup menjelaskan bahwa kita telah diajarkan untuk menghormati sesama tidak peduli kepada siapa dan apa kedudukan atau jabatan mereka. Lidah manusia lebih tajam dari sebilah pedang, karena ucapan manusia dapat menyebabkan sakit hati apabila kita berbicara kasar atau kotor.
Wadanam bahuwakyam wacani punah-punah,
Jnanagamyena dusita na grahitawya wicaksanaih.

Artinya:
Karena “lidah kamu, memotong kepalamu, harimau kamu” kadang-kadang lidahmu atau kata-katamu akan buas sebagai harimau yang mungkin akan menjerumuskan kita kepada lembah derita.
Dan juga sudah diakui itu lebih tajam lagi karena tusukan pedang mungkin dapat disembuhkan tetapi tusukan kata-kata akan melukai hati seumur hidup. Ia akan membakar hati dan keinginan untuk membalas dendam itupun tidak baik. Tetapi walaupun bagaimana juga kata-kata atau bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kitab Nitisastra dikatakan:   
“Wasita nimitanta manemu laksmi,
Wasita nimittanta pati kapangguh
Wasita nimittanta manemu dukha.
Wasita nimittanta mitra”.

Artinya:
“Karena kata-kata engkau mendapatkan kebahagiaan
Karena kata-kata engkau menemui ajalmu.
Karena kata-kata engkau menemui nestapa
Karena kata-kata engkau mendapatkan teman-teman”.

Kita hidup sebagai manusia haruslah berbuat kebaikan sebagai alat mencapai kebahagiaan baik di dunia ini atau alam sesudah kita meninggal. Hendaklah kita menjaga ucapan dan kata-kata kita apabila kita berkomunikasi dengan orang lain dan jangan pernah menyakiti orang lain dengan kata-kata yang kita ucapkan, karena jika kita menyakiti orang lain maka suatu saat kita akan mendapatkan karma sesuai dengan apa yang kita perbuat dan lakukan.



Didalam Agama Hindu juga terutama dalam beretika ada yang dimaksud pencerahan.
Apa itu Pencerahan?
            Setiap ceramah atau tulisan tentang agama disebut pencerahan. Disebuah majalah yang terbit di Berlin, Jerman, Berlinsche Monaschrift pada bulan Nopember 1784. Dan respondennya adalah Imannuel kant (1724 – 1804).

            Ia mengidentifikasikan bahwa “jalan keluar” yang menjadi ciri dari pencerahan adalah satu proses yang membebaskan kita dari status “ketidak-dewasaan” yaitu immaturity yang maksudnya satu keadaan tertentu dari kehendak kita yang membuat kita menerima otoritas orang lain untuk membimbing atau mengarahkan kita kepada wilayah dimana penggunaan akal budi seharusnya digunakan.

            Kant mendefinisikan dua syarat utama melalui mana manusia dapat membebaskan dirinya dari “ketidak-dewasaan”. Dua syarat ini sekaligus spiritual dan institusional, etis dan politis.

            Jadi, Pencerahan adalah penggunaan akal secara secara bebas. Kant terkenal dengan ucapan “Sapere Aude” yang artinya “berani tahu”(dare to know) mempunyai keberanian untuk tahu (have the courage, the audacity to know).

            Dalam Hindu penggunaan akal didorong, Akal didorong untuk berpikir dan bisa mengeluarkan nalar yang smart dan good. Manusia dikaruniakan nalar oleh Tuhan Sang Hyang Widhi Wasa dan manusia berhak untuk memenuhi kebutuhan nalarnya. Ketika manusia telah menggunakan nalarnya secra maksimum, tetapi ia belum menemukan jawaban yang memuaskan, barulah ia berpaling kepada atau mungkin juga dari keyakinan. Penggunaan nalar secara maksimal di Barat telah menghasilkan tidak saja ilmu pengetahuan (alam), tetapi juga filsafat, teori atau ilmu – ilmu sosial seperti demokrasi, HAM, dan humanisme yang membebaskan manusia dari perbudakan manusia lain. Seringkali atas dasar dogma –dogma, sesungguhnya teori John Locke dan Jean Jasques Rousseau tentang kontrak sosial yang mempengaruhi pembebsan budak di Eropa dan Amerika serikat.

            Didalam Bhagawad Gita telah menunjukkan bahwa intelektuial sangat berguna didalam memahami agama. Didalam Agama Hindu, penggunaan nalar atau intelektualitas didorong bukan dibatasi atau dilarang. Filsafat atau dharsana menjadi bagian dari tattva Agama Hindu. Hindu tidak pernah memusuhi filsafat seperti yang pernah dilakukan oleh Kristen dan (masih) oleh Islam. Pembatasan penggunaan nalar didalam agama akan membuata manusia jatuha kedalam kegelapan, sebagaimana yang pernah dialalmi oleh Barat pada abad pertengahannya, dan di negara –negara yang berdasarkan hukum agama dewasa ini.

            Budi pekerti didalam beretika, muncul wacana budi pekerti hal ini didorong oleh kerusakan moral masyarakat kita dalam bentuk korupsi yang akut serta kekerasan dan terorisme yang membawa kehancuran ekonomi dan kohesi sosial. Kekerasan bahkan sudah merambah kesekolah – sekolah padahal masyarakat kita terkenal sangat ramah, saleh dan cinta damai atau agamis.

            Budi pekerti dihapuskan dikurikulum karena dianggap sudah tercangkup diddalam Agama. Tetapi pelajaran agama bahkan praktik agama yang demikian semangat dan meriah ternyata tidak menghasilkan moral bangsa semakin merosot.

            Lalu apa definisi Budi Pekerti, kata budi berasal dari “Buddhi” dan “Pekerti” berasal dari bahasa sansekerta yang artinya masing – masing sebagai berikut : “Buddhi” artinya itu dengan mana sebuah obyek dapat diketahui, intelek, kadang – kadang diartikan sebagaibenak, kemampuan wiweka. “Upakarti” : seseorang yang melakukan hal – hal yang baik, seorang yang memperoleh manfaat, seorang yang membantu.

            Dalam bahasa Indonesia kedua kata ini mengalami sedikit perubahan yaitu sebagai berikut “Budi” ialah alat batin yang merupakan paduan akan dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk, tabiat, ahlak, watak, perbuatan baik, kebaikan, daya upaya. “Pekerti” perangai, tabiat, ahlak, watak, perbuatan (kurang baik) = ia pun sangat marah mendengar budi pekerti anaknya.

            Dalam Yoga Sutra “Buddhi” merupakan salah satu komponen dari chitta. Chitta atau chiti artinya kesadaran atau benak, buddhi merupakan salah satu komponen dari chitta : dua yang lain adalah manas, dan ahamkara. Manas adalah bagian perekam yang menerima kesan-kesan yang dikumpulkan indra-indra dari dunia luar. Buddhi adalah bagian penganalisis yang mengklasifikasikan kesan-kesan ini dan bereaksi terhadapnya. Ahamkara adalah ego yang mengakui kesan-kesan ini dan meyimpannya sebagai pengetahuan individu.
           
            Ahamkara atau ego itu adalah perasaan sombong, juga serakah, kemelekatan, bagga bahkan juga cinta. Serakah, misalnya gaji besar, fasilitas bagus, tetapi masih korupsi.

            Jadi, apa sumber budi pekerti?
            Sumber budi pekerti antara lain, kebiasaan / budaya, hukum dan agama. Lalu Agama didalam Agama ada tercantum Dharma yang mengandung arti : agama, hukum, kewajiban, kode tingkah laku (etika). Kata dharma dikaitan dengan “rta” dan “satya”. “Rta” secara harfiah berarti garis lurus atau hukum-hukum yang tetap dan pasti, hukum yang berlaku terhadap alam, berarti juga hukum univerasal. Ketika diperluas untuk dunia moral, rta berarti tingkah laku yang lurus didasarkan atas kebenaran itu sendiri yang juga adalah dharma.dharma: kesadaran batin mengenai apa yang benar, berdasarkan atas ajaran – ajaran pustaka suci. Bila rta diwujudkan dalam kata atau tindakan ia disebut”satya”.

           
            Dharma sebagai kewajiban, terdapat di dalam berbagai mantra Reg Weda disebut 56 kali. Dimaksudkan dalam artikel kewajiban atau tindaklan yang akan menyumbang kepada pemeliharaan dunia (jagad-daraka-karma).

2. Dasar-Dasar Etika Hindu
            Semua etika agama berdasarkan keimanan. Etika Hindu berdasarkan keimanan Hindu yang disebut Sraddha. Keimanan Hindu adalah lima pilar dasar keimanan Hindu yang disebut Panca Sraddha, dapat dijelaskan sbb :

1. Widdhi sraddha sebagai dasar etika Hindu.
Karena yakin bahwa Tuhan berada dimana-mana dan selalu ada serta maha tahu, mengetahui semua yang tampak dan tk tampak, maka menjadi alasan atau dasar yang mendorong orang untuk selalu menjaga perilakunya agar tidak menyimpang dari ajaran-ajaran Tuhan (Agama) dimana dan kapan pun, baik ada yang melihat maupun tidak. Walau hanya dalam angan atau pikiran saja semestinya tidak dibiarkan menyimpang karena Tuhan mengetahui apapun yang ada dalam pikiran manusia. Apalagi umat Hindu juga yakin bahwa Tuhan menyayangi orang-orang yang susila dan berbudi pekerti yang luhur.

2. Karena yakin dengan Atma adalah dewa yang memberikan kekuatan hidup pada setiap mahkluk, maha saksi yang tidak dapat ditipu, maka timbul etika tidak boleh bohong.
“Sanghyang Atma sirata dewa ring sarira, manoning ala ayu tan keneng in imur-imur.”
Artinya, Sanghyang Atma adalah dewa dalam tubuh, mengetahui palsu dan sejati (baik – buruk) tak dapat dikelabuhi (Sukantala.).Karena yakin bahwa pada dasarnya Atma semua makhluk adalah tunggal, tapi berbeda kondisinya karena karmanya dan tubuhnya masing-masing maka Hindu meyakini konsep “Bhineka – Tunggal” artinya berbdea-beda satu sama lain namun pada hakekatnya tunggal. Berdasarkan kenyataan bahwa manusia keadaannya berbeda-beda, ada yang lebih tua, ada yang lebih muda, ada yang lebih tinggi statusnya, ada yang lebih rendah, maka orang ber-tata krama atau ber-etika; orang yang lebih rendah statusnya atau lebih muda umurnya patut menghormati yang lebih tinggi statusnya atau lebih tua umurnya, orang lebih tinggi statusnya atau lebih patut menghargai yang lebih rendah dan yang lebih muda.

Berdasarkan keyakinan bahwa, pada hakekatnya semua Atma adalah tunggal, melahirkan fialsafat “Tat Twam Asi” artinya dia adalah kamu : melandasi serta mendorong etika untuk saling menghargai satu sama lain. Tat Twam Asi juga landasan dasar salah satu ajaran Etika Hindu : “Arimbawa” maksudnya punya pertimbangan kemanusiaan, punya rasa kasihan, ingin menolong, dapat memaafkan, sehingga dalam memperlakukan atau menindak orang lain mengukur pada diri sendiri. Sebelum bertindak tanya dulu kepada diri sendiri “Bagaimana seandainya aku diperlakukan artau ditindak demikian?” Bila menimbulkan rasa tak enak, menyakitkan, maka sebaiknya orang tidak diperlakukan demikian : bila menyenangkan atau membahagiakan (dalam arti positif) sebaiknya dilakukan.

3. Karena yakin dengan Hukum Karma Phala bahwa, setiap perbuatan pasti akan membawa akibat, maka orang menjaga sikap dan perilakunya agar selamat (anggraksa cara rahayu) termasuk menjaga pikiran.“Yadiastun riangen-angen maphala juga ika”Artinya, walaupun baru hanya dalam pikiran akan membawa akibat itu (ss).“Siapakari tan temung ayu masadana sarwa ayu, nyata katemwaning ala masadhana sarwa ala”Artinya, siapa yang tak akan memperoleh kebaikan bila sudah didasari dengan perbuatan baik?
Pastilah hal-hal yang buruk akan dituai bila didasari dengan perbuatan buruk (Arjuna 10.12.7). Keyakinan pada Karma Phala jelas menjadi dasar dan sekaligus kontrol dalam berpikir, berkata, dan berbuat. Demikianlah keyakinan pada Hukum Karma Phala menumbuhkan Etika Hindu.

4. Berdasarkan keyakinan pada Punarbhawa bahwa, bila orang berperilaku buruk dalam hidupnya akan lahir menjadi makhluk yang lebih rendah, mungkin menjadi manusia cacat bahkan mungkin menjadi binatang tergantung derajat keburukan perilakunya, sebaiknya bila dalam hidupnya didominasi oleh perbuatan-perbuatan baik, maka kelak ia akan lahir pada tingkat makhluk yang lebih mulia seperti menjadi manusia yang lebih rupawan, pintar, murah rezeki, memperoleh jalan hidup yang lebih baik, lebih berwibawa, dsb, maka mesti menjaga tingkah lakunya agar dapat menjelma dalam tingkat yang lebih tinggi derajatnya, lebih baik dalam segala hal, minimal tidak jatuh menjadi makhluk yang lebih rendah/lebih sengsara.

5. Karena yakin dengan adanya sorga yaitu alam tempat arwah yang sangat menyenangkan, alam tempat meinkmati suka cita bagi arwah yang pada waktu hidupnya banyak berbuat baik. Apalagi yakin dengan adanya moksa yang lebih tinggi lagi daripada sorga yaitu menyatunya Atma dengan Brahman (Tuhan) bagi yang berhasil melepaskan diri dari belenggu papa dengan berbuat baik (Subhakarma) menikmati “Sat cit ananda” atau “Suka tan pawali dukha”, artinya suka yang tak akan pernah kembali menemukan duka, dengan kata lain mencapai kebahagiaan abadi. Etika atau sila semakin menjauhkan orang dari neraka dan menghantarkan untuk semakin dekat dengan sorga dan moksa. Keyakinan ini mendorong orang untuk beretika, lebih semaangat untuk menegakkan sila dalam hidupnya.
Demikianlah dasar-dasar etika Hindu itu yang berpijak pada keimanan Hindu.

         


  

           
3. Nilai-nilai Etika yang tercantum dalam Hindu
            Agama Hindu sangat menjunjung tinggi sila (etika). Kitab Wrehaspati Tattwa meletakkan sila nomor satu pada ajaran dharma bukanlah suatu kebetulan. Melainkan mempunyai arti strategis bahwa di antara tujuh bagian dharma (sila, yajna, tapa, dana, prawrejya, diksas dan yoga) sila adalah yang pertama dan utama. Tanpa sila yang lain tak akan ada artinya dan tak akan berhasil. Hidup ini pun tak ada artinya bila tidak diemban dengan sila.

 Tak ada artinya kaya, sakti, jabatan tinggi, rupawan, dsb bila tanpa sila. Perilaku yang bertentangan dengan sila disebut asusila atau dursila akan menghilangkan nama baik bahkan jatuh menjadi nica (orang rendahan). Orang yang demikian hakekatnya mati walaupun masih bernapas dan kuat lincah. Lalu apa artinya kekayaan, jabatan tinggi, kesaktian, dll bila tanpa sila.
“Sila ktikang predhana ring dadi wwang”, yang artinya kemulyaan orang terletak pada silanya.
(SS, 160)

Bila sila/etika baik, walupun ia berasal dari kalangan masyarakat bawah miskin, kurang pintar, masih muda, dia adalah orang mulia yang patut dihormati. Sebaliknya walaupun ia dari bangsawan tinggi kaya pintar, jabatan tinggi, sakti berumur, tapi asusila/dursila sesungguhnya dia orang rendahan dan tak patut dihormati.
(SS, 161)

Pada jaman Krtha Yuga, manusia sangat mulia dan yang diutamakan pada jaman ini adalah tapa disebutkan “Tapah param kertha yuge”, artinya tapa adalah yang paling utama pada jaman Krtha Yuga; siapa yang lebih mampu melakukan tapa (mengendalikan diri) dia yang dianggap paling mulia dan paling dihormati.
(M. Dh, 1.86)

Memang hasil tapa-brata itu sangat tinggi nilainya; hampir semua tokoh-tokoh Hindu seperti para Maha Rsi di jaman yang lampau lahir dari Tapa Brata, maksudnya menjadi besar dan sangat mulia karena hasil tapanya. Namun Bh. Brgu tetap meletakkan sila sebagai yang terbaik.
Artinya : “Sarwasya tapasomulam acaram jagrhuh param”
Dari semua hasil Tapa Brata dan lain sebagainya, tetap perbuatan baik (sila) adalah yang terbaik.
(M. Dh. 1.11C)

4. Benar dan Salah menurut Agama Hindu
            Berbicara soal benar dan salah dalam hubungan etika tidaklah seperti ilmu pasti. Ada yang memberikan batasan sebagai berikut:“Segala sesuatu yang dapat menolong dunia ini melalui jalan yang telah ditentukan oleh Sang Hyang Widhi adalah benar, dan segala sesuatu yang menghalangi jalan ini adalah salah” (Mantra : 1983.91). Kalau kita berpikir secara hitam putih, maka dapat dikatakan sebagai berikut: Benar adalah yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku, dan semua yang melanggar norma adalah salah.

Norma itu adalah kaedah aturan, ada norma agama, ada norma hukum, norma kesusilaan, norma kewajaran, norma adat, dsb. Dalam kehidupan bermasyarakat tidaklah cukup mengukur benar dan salah itu dari cara-cara yang hitam putih itu yang hanya bersandar pada norma-norma. Karena variasi permasalahan ada bermacam-macam, maka masih diberlakukan pertimbangan-pertimbangan yang diiringi dengan analisa - analisa sehingga kesimpulan tentang benar dan salah itu bijak dan arif.

Disampingmenentukanbenardansalahdengannorma-norma yang ada, juga sangat perlu mempertimbangkan: 1.Apa sebabnya dana pamotifnya perbuatan itu? 2.Apa ekses atau dampak yang dapat ditumbulkan? Kalau berpikir secara hitam-putih, membunuh orang adalah salah, mencuri, berbohong adalah salah. Tapi ada orang membunuh pembunuh menyerangnya, dalam keadaan terdesak dan tak ada jalan lain yang dapat dipilih untuk menyelamatkan masyarakat. Kalau kedua contoh permsalahan ini diukur dari norma-norma saja secara hitam putih cenderung hasilnya menjadi tidak benar.

Berkenan dengan persoalan seperti ini ada berapa prinsip yang disebut prinsip-prinsip etika.

1. Prinsip-Prinsip Etika

a. Prinsip Kebebasan
Memberikan kepada setiap orang suatu kebebasan untuk menggunakan hak-haknya misalnya, hak untuk menjelsakan duduk persoalan yang sebenarnya, hak bertanya, hak untuk membela diri, hak untuk menentukan pilihan, dsb adalah etis (benar).

b. Prinsip Kebenaran
Seperti namanya prinsip ini lebih menekankan pada kebenaran, yang penting benar, masalah untung rugi adalah masalaha lain, masalah baik buruk adalah resiko. Jadi prinsip in mencari siapa dan apa yang benar, siapa, dan apa yang salah.

c. Prinsip Keadilan
Keadilan adalah memperlakukan orang secara seimbang, tapi nukan sama rata sama rasa. Karena adil adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kesalahan atau jasa yang diperbuatnya, juga sesuai menurut kedudukan masing-masing. Bila seseorang bersalah haknya adalah dihukum, sedangkan orang yang berjasa haknya adalah diberi penghargaan sesuai berat ringan kesalahan atau besar kecil jasa yang dilakukannya. Menghkum penjahat dan menghargai penjasa, adalah etis, sebaliknya tidak menghukum penjahat dan menekan penjasa adalah tidak etis. Dalam hal ini ada sloka “Tata manut lungguh” maksudnya, penghormatan dan tata krama masing-masing sesuai dengan posisi dan status masing-masing.

d. Prinsip Kerahasiaan
Prinsip ini adalah prinsip yang melihat dari segi derajat kerahasiaan sesuatu. Setiap orang punya rahasia pribadi masing-masing. Tidaklah etis membeberkan rahasia orang tidak pada tempatnya, kecuali memang hal rahasia itu yang dibahas. Maling kawakan pun dibilang maling, akan tersinggung. Tidak etis apabila mengatakan orang maling di muka umu bila permasalahan yang sedang dibahas tidak ada sangkut pautnya dengan predikat maling itu.

e. Prinsip Tidak Merugikan
Prinsip ini berpatokan asal tidak merugikan orang lain. Apapun perbuatan seseorang yang penting tidak merugikan orang lain, maka tidaklah tidak etis.

f. Prinsip Menguntungkan
Prinsip ini berorientsi pada keuntungan. Apapun perbuatan itu asal menguntungkan para pihak atau orang banyak dianggp etis.

2. Hita Tan Hita Wasana

Pada akhirnya ukuran benar dan salah dalam etika Hindu adalah “Hita tan hita wasana”. Prinsipnya adalah berorientasi pada hasil akhir.
Wasana artinya akibat, efek, atau dampak.
Hita artinya serba baik seperti aman, damai, sejahtera, dsb.
Adapun perbuatan, tindakan atau putusan yang diambil asal menyebabkan aman sejahtera (hita wasana) adalah benar. Sebaliknya walaupun secara de fakto dan de yure benar, tapi menimbulkan dampak yang merusak hubungan atau berakibat tidak baik bagi para pihak dan orang banyak adalah salah.

Suatu contoh dalam Sarasamuscaya diuraikan sebagai berikut ini, yaitu :
Artinya : “Mon mithya ikang ujar, teher mengede hita juga, magawe sukha wasana ring sarwabhawa, sadhu ngaranya, mon yata bhuta towi yan tan pangede sukhawasana ring sarwabhawa, mithya garanika.”
Sekalipun sesungguhnya bohong kata-kata itu, tapi betul-betul menimbulkan hita juga, menyebabkan bahagianya berbagai makhluk itu jujur disebut. Walaupun jelas sesuai kenyataan sekalipun, bila tidak menyebabkan senang hati semua makhluk pada hakekatnya bohong itu.
(SS, 134)
Singkatnya, bila membawa “Hita wasana” benar, bila tidak “Hita wasana” salah.      



5. Dosa menurut Agama Hindu
            APAKAH ORANG-ORANG HINDU PERCAYA DENGAN KATA-KATA “DOSA” DAN “PENDOSA”?

Kecuali dalam mythologi, dalam kitab-kitab suci Hindu tidak ada disebut mengenai dosa. Agama Hindu menangani dosa dengan sangat ilmiah, melalui penjelasan tentang hukum Karma, mengenai sebab dan akibat. Seluruh parable (cerita perumpamaan, ibarat) menjelaskan bagaimana melihat masalah dosa-dosa dengan cara yang sangat positif. Ketika seorang anak menaruh tangannya di api, dia terbakar.

Tindakannya disini disebabkan oleh ketidaktahuannya mengenai kekuatan api. Anak itu tidak melakukan dosa, tapi disebabkan oleh ketidak-tahuannya akan kebenaran bahwa api membakar, dia melakukan karma buruk dan dia telah menerima hasilnya menjadi terbakar. Agama Hindu melihat semua tindakan dalam cara seperti contoh yang telah dijelaskan di atas.

Kita semua berdosa atau melakukan karma buruk karena kebodohan. Kebodohan adalah akar dari kejahatan. Pengetahuan menghilangkan kebodohan. Itulah caranya ide tentang dosa dijelaskan dalam agama Hindu. Agama Kristen menekankan pada dosa dan takut pada Tuhan dan neraka. Agama Hindu, seperti kujelaskan sebelumnya menentang doktrin tentang dosa. Swami Ramakrishna Paramahamsa selalu memandang rendah ide Barat bahwa manusia adalah para pendosa. Bhagawad Gita menyatakan, “Sekalipun engkau adalah pendosa yang paling buruk, engkau akan melewati lautan dosa dengan perahu kebijaksanaan / pengetahuan ini.” (Bab 4:36).

Adi Sankaracharya dalam doktrinnya tentang Advaita, melihat kebodohan sebagai ilusi atau Maya, dan berkali-kali menulis bahwa pengetahuan adalah satu-satunya jawaban dari semua masalah manusia. Agama Hindu melarang kesadaran tentang dosa dalam bentuk apapun. Kitab-kitab suci menyatakan, bahkan Tuhan sekalipun tidak dapat menyelamatkan seseorang yang kasihan pada diri sendiri (self-pity) dan merasa sebagai pendosa.

Seorang Yogi yang telah maju akan melihat pada seorang bhakta, seorang pelacur dan pembunuh sama saja, karena dia tahu bahwa kia semua adalah bagian dari proses evolusi. Beberapa orang berada jauh di depan dan berjalan sangat cepat ke arah Tuhan, dan beberapa yang lain ada pada gerbang permulaan dan berjalan selambat keong menuju Tuhan. Beberapa orang dalam bentuk yang suci, dan beberapa orang dalam keadaan mental binatang buas sekalipun ia memiliki bentuk manusia. Bhagawad Gita menyatakan, “Yoga – persatuan dengan Yang Suci – adalah bagi semua.” Jadi semua kita akan mencapai keselamatan (moksha, salvation) pada suatu hari. Hanya faktor waktu yang berbeda antara seorang individu dengan individu lain. Tuhan telah memberi kita kehendak bebas, supaya kita dapat memutuskan kapan kita akan mencapai Tuhan.

Beberapa orang melakukan percobaan dengan hidupnya dan mengambil ribuan tahun untuk mencapai Tuhan, dan beberapa orang secara mental memahami kebenaran dan mencapai Tuhan secara sangat cepat dengan mengikuti metode yang ditemukan oleh para Mahareshi.


































BAB II
PENUTUP

A. KESIMPULAN
            Etika sangat berhubungan erat dengan karmaphala, sebab etika menyangkut segala tingkah laku, perbuatan dan cara bicara kita. Apapun yang kita lakukan dan perbuat baik itu perbuatan baik atau buruk kita akan mendapatkan karma sesuai dengan apa yang kita perbuat. Dan janganlah menyakiti orang lain dengan kata-kata kasar dan menyakitkan yang keluar dari mulut kita apabila kita tidak ingin mendapatkan karma yang buruk seperti pepatah mengatakan” Mulut mu adalah Harimau mu”.

                        Selain itu, untuk dapat membangun dan menegakkan etika dan moralitas bangsa Indonesia, salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah mengembangkan pendidikan multikultural yang di dalamnya terkandung penanaman nasionalisme, patriotisme, menghargai HAM dan demokratisasi, yang  merupakan hal yang sangat mendesak untuk segera dilaksanakan di Indonesia guna sedini mungkin mencegah hal-hal yang dapat menyulut potensi konflik yang berbau agama, suku, ras dan antar golongan dalam masyarakat (SARA).
Untuk itu perlu mengembangkan kesadaran ber-Bhinneka Tunggal Ika, mengikuti jejak para pendiri negara yang memiliki jiwa yang besar dalam membangun masa dengan bangsa Indonesia yang agamis dan humanis, maka diperlukan kesadaran kepemimpinan dengan meneladani tokoh-tokoh dunia seperti Mahatma Gandhi, Vivekananda, Rabhindranath Tagore, dan di Indonesia Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hadjar Dewantara dan lain-lain.
Untuk mencegah berbagai kemungkinan konflik dan mencegah terorisme di masa yang akan datang pendidikan multikultural dapat dilakukan mulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat dengan penekanan, seperti halnya pendidikan pada umumnya adalah keteladanan dari orang tua di rumah, para guru di sekolah, tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat di masing-masing komunitas masyarakat. Penerapan pendidikan multikultural di sekolah dimulai dengan revisi kurikulum dan bahan ajar, pengadaan bahan ajar yang memadai, serta peningkatan kualitas guru dan dosen dalam meningkatkan pemahaman terhadap pendidikan multikultural ini.

Pendidikan multikultural hendaknya ditanamkan sejak dini kepada setiap  anak didik dengan demikian pada masanya generasi muda ini akan mudah beradaptasi dengan lingkungan bersama yang terdiri dari berbagai berbagai etnis, budaya dan agama. Berhasilnya pendidikan multikultural ini dikembangkan di Indonesia bila didukung oleh Pemerintah dan semua komponen bangsa, untuk itu sosialisasi pendidikan multikultural ini sangat perlu lebih ditingkatkan. Salah satu upaya untuk hal tersebut adalah mengadakan berbagai seminar, dialog, lokakarya, sarasehan  dan diskusi untuk menyatukan visi dan menyamakan misi dalam membangun dan mengembangkan pendidikan multikultural.
Dalam kaitannya meningkatkan pendidikan agama yang inklusif, nasionalisme, patriotisme dan multikultural, kembali  dikutipkan pernyataaan Mahatma Gandhi berikut:
“Strength does not come from physical capacity. It comes from an indomitable will”                  

  (M.K.Gandhi, Between Cowardice and Violence)

“Aku menjaga diriku untuk tidak membenci apapun yang ada di bumi. Dengan disiplin doa yang panjang, aku telah berusaha selama lebih dari empat puluh tahun untuk tidak membenci orang lain. Aku tahu ini merupakan pernyataan besar. Meskipun demikian, aku melakukannya dengan segala kerendahan hati.”

“Kebenaran adalah agama saya, dan Ahimsa adalah satu-satunya jalan untuk mengejewantahkannya”
  (M.K. Gandhi. All Religions are True)

B. SARAN
            Dalam melaksanakan tugas maupun pemecahan suatu masalah apapun jenis dan apapun berat atau susahnya hadapi dengan tenang dan ingat semua masalah ada jalannya. Oleh karena itu,perlu etika kita dalam kehidupan ini  di sempurnakan dalam arti untuk kebajikan dalam dunia ini. Karena dengan etika yang baik, benar dan sesuai aturan kebajikan akan menerima berkah dari Sang Hyang Widhi Wasa atau Ranying Hatalla, Tuhan Yang Maha Esa.

           

           












           

             
DAFTAR PUSTAKA
Madrasuta, Ngakan Made. 2010. Tuhan Agama dan Negara.Bekasi : Penerbit Media Hindu.
                   ( Tuhan Agama dan Negara Cipt. Ngaku Made Madrasuta. Ciri-ciri buku 14 cm x 20 cm, vii + 385 halaman. Di design: Ketut Rudita Marta. Diterbitkan oleh Media Hindu, Bekasi. Pada tanggal 19 Agustus 2010).

www.google.com Etika menurut Pandangan Hindu.

www.HukumHindu.com oleh Himpunan Mahasiswa Hukum Hindu | Ditenagai oleh OnLombok.com. Dan Via E-email : tim@hukumhindu.com. Artikel yang Berjudul Hukum Hindu, pada tanggal 08 juli 2011.





















KATA PENGANTAR
Tabe Salamat Lingu Nalatai Sembah Sujud Karendem Malempang.         
OM. SWASTIASTU
            Puji syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/Ranying Hatalla
Langit/ Sang Hyang  yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah – Nya, sehingga Penulis
dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Agama Hindu  ini dengan baik dan lancar. Karya Ilmiah
yang berjudul :
           
ETIKA DALAM BERAGAMA DAN BERNEGARA ” yang sebagian besarnya 

terinspirasi dari Buku yang berjudul “Tuhan Agama dan Negara”. Karya yang sederhana ini

tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak

yang sangat berarti dalam penyusunan ini, maka pada kesempatan ini dan lewat tulisan ini

pula peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. I Nyoman Sudyana, M.Sc yang selaku Dosen Pendidikan Agama Hindu dan Pembimbing dalam Penuliasan Makalah Ini. 
2. Drs. Arifin, M.Si yang selaku Dosen Pembimbing Akademik.
3. Kepada kedua orang tua yang telah mensupport penulis selama menyelesaikan

      Makalah ini.

            Harapan penulis semoga karya ilmiah yang ibarat kata “Tak Ada Gading yang Tak

Retak” meskipun masih belum sempurna ini dapat dijadikan dasar dan ide untuk mengadakan

penelitian selanjutnya. Apabila ada kata-kata yang tidak berkenan dan ada kekurangan dalam

penulisan karya ilmiah ini, saya mohon maaf. Ibarat Pepatah “Ada Padang Ada Belalang”

artinya “Asal mau berusaha pasti memperoleh keberhasilan” untuk itu Penulis meminta saran

dan kritik yang membangun, sangat saya butuhkan dalam perkembangan penulisan ini.

Akhirnya penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya dalam dunia Pendidikan.
OM SANTI, SANTI, SANTI OM
SAHIY, SAHIY, SAHIY.
Palangka Raya,   Nopember 2011

      Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB    I    PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang....................................................................................................1
B.     Rumusan Masalah..................................................................................................3
C.    Tujuan Penulisan....................................................................................................4
D.    Sistematika Penulisan............................................................................................4
E.     Metode Penulisan....................................................................................................4

BAB    II    PEMBAHASAN

1.      Etika di kehidupan Beragama dan Bernegara.............................5

2.   Dasar-Dasar Etika Hindu.........................................................................13
3.   Nilai-nilai Etika yang tercantum dalam Hindu..........................15
4.   Benar dan Salah menurut Agama Hindu.....................................15
5.    Dosa menurut Agama Hindu................................................................18
BAB    III    PENUTUP

1.     KESIMPULAN..................................................................................................20

2.      SARAN.................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KALENDER PENDIDIKAN TK, SD, & SMP KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR (KOTA SAMPIT (MENTAYA) ) - KALIMANTAN TENGAH 2022/2023

  Dalam mempersiapkan pembelajaran di tahun 2022-2023 maka kalender inin dijadikan dasara bagi satuan pendidikan dalam menyusun KALDIK sekol...