BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menurut sumber
diperolehnya zat warna tekstil digolongkan menjadi 2 yaitu: pertama, Zat
Pewarna Alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada
umumnya dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan. Kedua, Zat Pewarna Sintesis
(ZPS) yaitu Zat warna buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi kimia dengan
bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa
turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan antrasena.
(Isminingsih, 1978).
Pada awalnya proses
pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam. Namun, seiring kemajuan teknologi
dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil maka semakin terkikislah
penggunaan zat warna alam. Keunggulan zat warna sintetis adalah lebih mudah
diperoleh , ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam macam, dan lebih
praktis dalam penggunaannya Meskipun dewasa ini penggunaan zat warna alam telah
tergeser oleh keberadaan zat warna sintesis namun penggunaan zat warna alam
yang merupakan kekayaan budaya warisan nenek moyang masih tetap dijaga
keberadaannya khususnya pada proses pembatikan dan perancangan busana.
Rancangan busana
maupun kain batik yang menggunakan zat warna alam memiliki nilai jual atau
nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah
lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif. Dalam tulisan ini akan
dijelaskan teknik eksplorasi zat warna alam dari tanaman di sekitar kita
sebagai upaya pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah sebagai salah
satu upaya pelestarian budaya.
B. Zat Warna Alam untuk Bahan Tekstil
Zat warna alam untuk bahan tekstil
pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan
seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Pengrajin-pengrajin batik telah
banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa
diantaranya adalah : daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi
(Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis),
kunyit (Curcuma), teh (The), akar mengkudu (Morinda citrifelia),
kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana),
daun jambu biji (Psidium guajava). (Sewan Susanto,1973).
Bahan tekstil yang
diwarnai dengan zat warna alam adalah bahan-bahan yang berasal dari serat alam
contohnya sutera,wol dan kapas (katun). Bahan-bahan dari serat sintetis seperti
polyester , nilon dan lainnya tidak memiliki afinitas atau daya tarik terhadap
zat warna alam sehingga bahan-bahan ini sulit terwarnai dengan zat warna alam.
Bahan dari sutera pada umumnya memiliki afinitas paling bagus terhadap zat
warna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas.
Salah satu kendala
pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam adalah ketersediaan variasi
warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya yang tidak siap pakai
sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna
tekstil. Oleh karena itu zat warna alam dianggap kurang praktis penggunaannya.
Namun dibalik kekurangannya tersebut zat warna alam memiliki potensi pasar yang
tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia memasuki pasar global dengan
daya tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif. Untuk itu,
sebagai upaya mengangkat kembali penggunaan zat warna alam untuk tekstil maka
perlu dilakukan pengembangan zat warna alam dengan melakukan eksplorasi sumber-
sumber zat warna alam dari potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Eksplorasi ini dimaksudkan
untuk mengetahui secara kualitatif warna yang dihasilkan oleh berbagai tanaman
di sekitar kita untuk pencelupan tekstil.
Dengan demikian hasilnya dapat
semakin memperkaya jenis –jenis tanaman sumber pewarna alam sehingga
ketersediaan zat warna alam selalu terjaga dan variasi warna yang dihasilkan
semakin beragam. Eksplorasi zat warna alam ini bisa diawali dari memilih berbagai
jenis tanaman yang ada di sekitar kita baik dari bagian daun, bunga, batang,
kulit ataupun akar . Sebagai indikasi awal, tanaman yang kita pilih sebagai
bahan pembuat zat pewarna alam adalah bagian tanaman –tanaman yang berwarna
atau jika bagian tanaman itu digoreskan ke permukaan putih meninggalkan
bekas/goresan berwarna. Pembuatan zat warna alam untuk pewarnaan bahan tekstil
dapat dilakukan menggunakan teknologi dan peralatan sederhana.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Eksplorasi Zat Warna Alam
dan Teknik Pencelupannya
Menurut R.H.MJ. Lemmens dan N
Wulijarni-Soetjipto (1999) sebagian besar warna dapat diperoleh dari produk
tumbuhan, pada jaringan tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan penimbul warna yang
berbeda tergantung menurut struktur kimianya. Golongan pigmen tumbuhan dapat
berbentuk klorofil, karotenoid, flovonoid dan kuinon. Untuk itu pigmen –
pigmen alam tersebut perlu dieksplorasi dari jaringan atau organ tumbuhan dan
dijadikan larutan zat warna alam untuk pencelupan bahan tekstil.
Proses eksplorasi dilakukan dengan
teknik ekstraksi dengan pelarut air.
Proses pembuatan larutan zat warna alam adalah proses untuk
mengambil pigmen – pigmen penimbul warna yang berada di dalam tumbuhan baik
terdapat pada daun, batang, buah, bunga, biji ataupun akar. Proses eksplorasi
pengambilan pigmen zat warna alam disebut proses ekstraksi. Proses ektraksi ini
dilakukan dengan merebus bahan dengan pelarut air. Bagian tumbuhan yang di
ekstrak adalah bagian yang diindikasikan paling kuat/banyak memiliki pigmen
warna misalnya bagian daun, batang, akar, kulit buah, biji ataupun buahnya.
Untuk proses ekplorasi ini dibutuhkan
bahan – sebagai berikut: 1). Kain katun (birkolin) dan sutera, 2) Ekstrak
adalah bahan yang diambil dari bagian tanaman di sekitar kita yang ingin kita
jadikan sumber pewarna alam seperti : daun pepaya, bunga sepatu, daun alpokat,
kulit buah manggis, daun jati, kayu secang, biji makutodewo, daun ketela pohon,
daun jambu biji ataupun jenis tanaman lainnya yang ingin kita eksplorasi 3)
Bahan kimia yang digunakan adalah tunjung (FeSO4)
, tawas, natrium karbonat/soda abu (Na2CO3) , kapur tohor (CaCO3),
bahan ini dapat di dapatkan di toko-toko bahan kimia. Peralatan yang digunakan
adalah timbangan, ember, panci, kompor, thermometer , pisau dan gunting. Proses
ekplorasi dan pencelupan zat warna alam adalah sebagai berikut:
Dalam
melakukan proses ekstraksi/pembuatan larutan zat warna alam perlu disesuaikan
dengan berat bahan yang hendak diproses sehingga jumlah larutan zat warna alam
yang dihasilkan dapat mencukupi untuk mencelup bahan tekstil. Banyaknya larutan
zat warna alam yang diperlukan tergantung pada jumlah bahan tekstil yang akan
diproses. Perbandingan larutan zat warna dengan bahan tekstil yang biasa
digunakan adalah 1: 30. Misalnya berat bahan tekstil yang diproses 100 gram
maka kebutuhan larutan zat warna alam adalah 3 liter. Beikut ini adalah
langkah-langkah proses ekstraksi untuk mengeksplorasi zat pewarna alam dalam
skala laboratorium:
2.
Masukkan potongan-potongan tersebut ke dalam panci. Tambahkan air dengan perbandingan 1:10. Contohnya jika berat
bahan yang diekstrak 500gr maka airnya 5liter.
3. Rebus bahan hingga volume air
menjadi setengahnya (2,5liter). Jika menghendaki larutan zat warna
jadi lebih kental volume sisa perebusan bisa diperkecil misalnya menjadi sepertiganya. Sebagai indikasi
bahwa pigmen warna yang ada dalam tumbuhan telah keluar ditunjukkan dengan
air setelah perebusan menjadi berwarna. Jika larutan tetap bening berarti tanaman
tersebut hampir dipastikan tidak mengandung pigmen warna.
4.
Saring dengan kasa penyaring larutan hasil proses ekstraksi tersebut untuk memisahkan dengan sisa bahan yang diesktrak
(residu). Larutan ekstrak hasil penyaringan ini disebut larutan zat warna
alam. Setelah dingin larutan siap digunakan.
B. Persiapan Pencelupan
Dengan Zat Warna Alam.
Sebelum dilakukan
pencelupan dengan larutan zat warna alam pada kain katun dan sutera perlu
dilakukan beberapa proses persiapan sebagai berikut:
1. Proses mordanting
Bahan tekstil yang hendak diwarna
harus diproses mordanting terlebih dahulu. Proses mordanting ini
dimaksudkan untuk meningkatkan daya tarik zat warna alam terhadap bahan tekstil
serta berguna untuk menghasilkan kerataan dan ketajaman warna yang baik. Proses
mordanting dilakukan sebagai berikut:
a.
Potong bahan tekstil sebagai sample untuk diwarna dengan ukuran 10 X 10
Cm atau sesuai keinginan sebanyak tiga lembar.
b
Rendam bahan tekstil yang akan diwarnai dalam larutan 2gr/liter sabun netral
(sabun sunlight batangan) atau TRO (Turkey
Red Oil). Artinya setiap 1 liter air yang digunakan ditambahkan 2 gram sabun netral
atau TRO. Perendaman dilakukan selama 2 jam. Bisa juga direndam selama
semalam. Setelah itu bahan dicuci dan dianginkan.
c.
Untuk bahan kain kapas : Buat larutan yang mengandung 8 gram tawas dan 2 gram soda
abu (Na2CO3) dalam setiap 1 liter air yang digunakan. Aduk hingga larut. Rebus larutan hingga mendidih kemudian
masukkan bahan kapas dan direbus selama 1jam. Setelah itu matikan api dan
kain kapas dibiarkan terendam dalam larutan selama semalam. Setelah direndam semalaman dalam larutan
tersebut, kain diangkat dan dibilas (jangan diperas) lalu
dikeringkan dan disetrika. Kain kapas tersebut siap dicelup.
d.
Untuk bahan sutera at: Buat larutan yang mengandung 8 gram tawas dalam setiap 1 liter air yang digunakan, aduk hingga
larut. Panaskan larutan hingga 60ºC kemudian masukkan bahan sutera atau wol dan proses
selama 1 jam dengan suhu larutan dijaga
konstan (40 - 60ºC ). Setelah itu hentikan pemanasan dan kain dibiarkan terendam dalam larutan selama semalam.
Setelah direndam semalaman dalam larutan tersebut, kain diangkat dan dibilas
(jangan diperas) lalu dikeringkan dan disetrika. Kain sutera yang telah
dimordanting tersebut siap dicelup dengan larutan zat warna alam.
II. Pembuatan larutan fixer (pengunci
warna)
Pada
proses pencelupan bahan tekstil dengan zat warna alam dibutuhkan proses fiksasi
(fixer) yaitu proses penguncian warna setelah bahan dicelup dengan zat
warna alam agar warna memiliki ketahanan luntur yang baik. Ada 3 jenis larutan fixer
yang biasa digunakan yaitu tunjung (FeSO4), tawas, atau kapur tohor
(CaCO3).. Untuk itu sebelum melakukan pencelupan kita perlu menyiapkan larutan
fixer terlebih dengan dengan cara :
a. Larutan fixer tunjung :
Larutkan 50 gram tunjung dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil
larutan beningnya.
b. Larutan fixer Tawas :
Larutkan 50 gram tawas dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan
beningnya.
c.
Larutan fixer Kapur tohor : Larutkan 50 gram kapur tohor dalam tiap
liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil
larutan beningnya.
III. Proses Pencelupan
Dengan Zat Warna Alam
Setelah bahan
dimordanting dan larutan fixer siap maka proses pencelupan bahan tekstil
dapat segera dilakukan dengan jalan sebagai berikut:
1. Siapkan larutan zat warna alam
hasil proses ekstraksi dalam tempat pencelupan .
2. Masukkan bahan tekstil yang telah dimordanting kedalam
larutan zat warna alam dan diproses pencelupan selama 15 – 30
menit.
3. Masukkan bahan kedalam larutan fixer
bisa dipilih salah satu antara tunjung , tawas atau kapur tohor.
Bahan diproses dalam larutan fixer selama 10 menit. Untuk mengetahui perbedaan warna yang dihasilkan
oleh masing – masing larutan fixer maka proses 3 lembar kain pada larutan
zat warna alam setelah itu ambil 1 lembar difixer pada larutan tunjung, 1 lembar pada
larutan tawas dan satunya lagi pada larutan kapur tohor.
4. Bilas dan cuci bahan lalu
keringkan. Bahan telah selesai diwarnai dengan larutan zat warna
alam.
5. Amati warna yang dihasilkan dan
perbedaan warna pada bahan tekstil setelah difixer dengan masing-masing larutan fixer.
Pada umumnya hampir semua jenis zat warna alam mampu mewarnai bahan dari sutera
dengan baik , namun tidak demikian dengan bahan dari kapas katun. (berdasar
beberapa eksperimen yang telah dilakukan penulis).
6. Lakukan pengujian-pengujian
kualitas yang diperlukan (ketahanan luntur warna dan lainnya)
7.
Simpulkan potensi tanaman yang diproses (diekstrak) sebagai sumber zat pewarna alam untuk mewarnai bahan tekstil.
Pencelupan dengan zat warna alam biasanya dilakukan dengan
berulang-ulang untuk mendapatkan warna yang diinginkan. Artinya setelah dicelup
kemudian diatuskan (dianginkan beberapa waktu), dicelup lagi berulangkali
hingga diperoleh warna yang diinginkan kemudian baru difixer dan
dikeringkan. Ada juga yang dilakukan dengan dicelup kemudian difixer ,
celup lagi difixer berulang ulang hingga diperoleh warna yang diinginkan
baru kemudian dikeringkan. Demikian proses pencelupan dengan zat warna alam
semoga dapat bermanfaat dan dapat lebih dikembangkan
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dengan banyak
melakukan eksperimentasi untuk mengeksplorasi kandungan pigmen warna dalam
tanaman maka akan sangat memperkaya jenis zat warna alam yang kita miliki.
Eksperimen dapat dimulai dari memilih jenis tanaman di lingkungan sekitar anda
yang sekiranya belum dimanfaatkan untuk kepentingan lain (untuk obat,tanman
hias dan lainnya).
Potensi sumber daya
alam Indonesia yang melimpah merupakan faktor pendukung yang dapat
dimanfaatkan. Produk tekstil dengan zat pewarna alam ini banyak disukai karena
keunggulannya selain ramah lingkungan juga warna – warna yang dihasilkan sangat
khas dan etnik sehingga memiliki nilai jual yang tinggi . Produk tekstil dengan
zat warna alam dapat dijadikan potensi unggulan produk daerah di pasar global.
Untuk pengembangan penggunaan zat warna alam perlu dilakukan melalui penelitian
–penelitian untuk mendapatkan hasil yang semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA
. Lemmens, MJ., & N Wulijarni-Soetjipto.
(1999) Sumber Daya Nabati Asia Tenggara,
No 3 “Tumbuhan Penghasil Pewarna dan Tanin”. Balai Pustaka: Jakarta
Isminingsih. (1978).Pengantar
Kimia Zat Warna. STTT: Bandung.
Sewan, Susanto .(1973). Seni Kerajinan Batik Indonesia. BPKB:
Yogayakarta.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, Karena hanya dengan rahmat dan karunianya, kami dapat menyusun makalah ini
hingga selesai tepat pada waktunya.
Pola penyajian makalah ini telah disesuaikan berdasarkan
pembelajaran kami yaitu Kimia Industri. Adapun tujuan penulisan makalah ini
untuk memberikan informasi dan fungsi ilmu pengetahuan didalam kehidupan
sehari- hari Serta memberitahukan kepada pembaca tentang TEKNIK EKSPLORASI ZAT PEWARNA ALAM DARI TANAMAN DI SEKITAR KITA UNTUK
PENCELUPAN BAHAN TEKSTIL.
Dan saya berterima kasih kepada Dosen kami,
Bapak Drs. H. Mulawi, M.Si dan Bapak
Nopriawan Berkat Asi, S.Si, M.Pd selaku dosen Mata Kuliah Kimia Industri yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini dan orang tua serta teman –
teman yang selalu memberikan dukungan kepada kami.
Saya berharap semoga hasil makalah ini dapat
bermanfaaat bagi para pembaca dan ada pepatah mengatakan “Tak ada gading yang
tak Retak” apabila ada kata-kata yang tidak berkenan dihati dan ada kekurangan
dalam penulisan makalah ini, kami mohon maaf.
Saran dan kritik yang membangun sangat kami butuhkan
dalam perkembangan penulisan ini.
Palangka Raya Oktober 2012
Palangka Raya Oktober 2012
Ttd
Penyusun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar